KUTOARJO
SEJARAH KOTA TERCINTA KUTOARJO KABUPATEN PURWOREJO
Kutoarjo adalah kota kecil di Pesisir Pantai selatan Pulau Jawa,
Kota tempat kelahiranku tepatnya di Rumah Sakit Palang Biru Pada Hari
Selasa Tanggal 14 Juni 1986. Kutoarjo awal mulanya bernama Semawong
sejarah diawali dengan pertama kalinya berdirinya Mataram Islam oleh
Danang Sutowijoyo atau Panembahan Senopati Loring Pasar putra dari Ki
Ageng Pemanahan, pada masa itu nama Semawung sudah ada dan semawung
sendiri berasal dari nama saudagar benang dari Cina yang bernama Sie mau
wong yang tinggal disitu.
Foto. Makam cikal bakal semawung saudagar benang dari cina yang bernama "Sie mau wong"
Pada waktu itu Danang Sutowijoyo memperistri putri dari Ki Ageng
Panjawi penguasa Pati yang juga sahabat ayahnya Ki Ageng Pemanahan, yang
bernama
Waskitajawi untuk di jadikan permaisuri yang nantinya bergelar Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan melahirkan
Mas Jolang.
Ki Ageng Panjawi adalah cucu Kanjeng Sunan Kali Jogo dari salah satu
putrinya Sunan Kalijogo yang bernama Ratu Penengah yang menikah dengan
Ki Ageng Ngerang III Pati dan mempunyai putra bernama Ki Ageng Panjawi.
Kyai Ageng Ngerang I (Sunan Ngerang I atau Syeh Muhammad Nurul Yaqin) yang mempunyai wilayah kekuasaan di Juwana dan mempunyai istri
Nyai Ageng Ngerang/Dewi Roro Kasihan
Danang Sutawijaya mendirikan
Kesultanan Mataram tahun
1587. Putra pertama Ki Ageng Panjawi yang bernama
Wasis Jayakusuma menjadi Adipati Pati bergelar Adipati Pragola Pati I.
Adipati Pragola Pati I Secara suka rela ia tunduk kepada
Mataram karena kakaknya dijadikan
permaisuri utama bergelar Ratu Mas, sedangkan
Mas Jolang sebagai
putra mahkota.
Pada tahun
1590 Pragola ikut membantu
Mataram menaklukkan
Madiun. Pemimpin kota itu yang bernama Rangga Jemuna (putra bungsu
Sultan Trenggana Demak) melarikan diri ke
Surabaya.
Putri Wasis Jayakusuma/Adipati Pragola pati I yang bernama Retno Dumilah diambil
Panembahan Senopati sebagai permaisuri kedua.
Peristiwa ini membuat Pragola sakit hati karena khawatir kedudukan kakaknya
. Perjuangan Panembahan Senopati sudah tidak murni lagi. Pemberontakan
Pati pun meletus tahun
1600 M. Daerah-daerah di sebelah utara
Pegunungan Kendeng dapat ditaklukan Pragola.
Panembahan Senopati mengirim
Mas Jolang yang tak lain adalah keponakan Wasis Jayakusuma/Adipati Pragola pati I ,untuk menghadapi pemberontakan Pragola paman dari
Mas Jolang. Paman dan keponakan akhirnya bertempur, Kedua pasukan bertemu dekat
Prambanan. Pragola dengan mudah melukai keponakannya itu sampai pingsan.
lalu Panembahan Senopati berangkat untuk menumpas Pragola. Menurut
Babad Tanah Jawi, Ratu Mas sudah merelakan kematian adiknya. Pertempuran terjadi di
Prambanan. Pasukan Pragola kalah dan mundur ke
Pati.
Panembahan Senopati mengejar dan menghancurkan kota itu. Akhirnya, Adipati Pragola pun hilang tidak diketahui nasibnya.
Wasis Jayakusuma/Adipati Pragola Pati I mempunyai putra :
1.
Raden Mas Tdjoemantoko.
2. Kanjeng Ratu Beroek/Putri Moertisari.
3. Raden Mas Baoeredjo.
Foto Makam Raden Mas Tumenggung Tdjuemantoko adipati pertama semawung/kutoarjo di Bukit Satria Desa Kaliwatubumi.
Setelah dewasa Raden Mas Tdjoemantoko oleh sepupunya anak dari Budenya
yang bernama Raden Mas Jolang yang telah menjadi Raja menggantikan
ayahhandanya, menjadi sultan Mataram dengan gelar
Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram (lahir:
Kotagede, ? - wafat:
Krapyak,
1613 M) adalah raja kedua
Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun
1601-
1613 M. Ia juga sering disebut dengan gelar anumerta
Panembahan Seda ing Krapyak, atau cukup
Panembahan Seda Krapyak, yang bermakna "Baginda yang wafat di Krapyak". Tokoh ini merupakan ayah dari
Sultan Agung, Raja terbesar Mataram yang juga
Pahlawan Nasional Indonesia.
Raden Mas Tdjoemantoko diangkat menjadi Tumenggung di Semawung tlatah
bagelen oleh Sepupunya yang bernama Raden Mas Jolang yang telah menjadi
Raja menggantikan ayahhandanya, menjadi Sultan Mataram dengan gelar
Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram dan Raden Mas Tdjoemantoko diberi gelar
Raden Tumenggung Tdjoemantoko.
setelah Raden Tumenggung Tdjoemantoko wafat dan di makamkan di bukit
Satria desa kaliwatubumi kecamatan Butuh yang masyarakat juga sering
menyebut dengan
MBAH GIRI TDJUEMANTOKO.
Kemudian putra beliau yang bernama
Raden Mas Kowoe/Ki kowoe menggantikan ayahhandanya menjadi Tumenggung Semawung dengan gelar Raden Tumenggung Tdjoemantoko II.
Raden Tumenggung Tdjoemantoko II mempunyai putra bernama Raden Mas Gatoel.
setelah dewasa Raden Mas Gatoel mingin mencari pengalaman, oleh ayahhandanya
Raden Mas Kowoe/Ki kowoe mengijinkan dan disuruhnya mengabdi Kepada
Adipati Jojokusumo di Kadipaten Gombong (kebumen). disana Raden Mas
Gatoel pertama kalinya menjadi prajurit biasa saja.
kepandaian Raden Mas Gatoel dalam olahkanuragan, Beladiri, dan
keprajuritan sangat bagus kemudian beliau dijadikan pengawal pribadi
"kajineman" Adipati Jojokusumo mengawal sowan ke Kartosuro,
makanya Raden Mas Gatoel juga disebut dengan Kyai/Ki Jinem.
Foto makam Kyai/Ki Jinem alias RM. Gatoel di kelurahan Semawung Kembaran Kutoarjo
Setelah Raden Mas Kowoe/Ki kowoe atau Raden Tumenggung
Tdjoemantoko II wafat dan di makamkan di Desa kuwurejo maka otomatis
kedudukannya digantikan Raden Mas Gatoel/Ki Jinem dengan gelar Raden
Tumenggung Tdjoemantoko III.
Konon Raden Tumenggung Tdjoemantoko III suka berkelana sempat
menemukan pusaka Kraton didalam kayu jati di daerah bruno
Pusaka keris kecil yang bernama Kyai Sawunggalih,
setelah itu Raden Tumenggung Tdjoemantoko III dalam tidurnya bermimpi
kalau itu adalah Pusaka Kraton dan minta untuk dikembalikan, lalu pusaka
itu dikembalikan di kraton dan diterima dengan senang hati oleh Raja.
Raden Tumenggung Tdjoemantoko III.mempunyai putra bernama Raden Mas
Bancak. setelah Raden Tumenggung Tdjoemantoko III wafat dan di makamkan
di Semawung Kembaran kecamatan Kutoarjo. maka kedudukan diteruskan oleh
putranya yang bernama Raden Mas Bancak dengan gelar Tumenggung Bantjik
Kertonagoro Sawunggalih I setelah wafat digantikan putranya yang
bergelar Tumenggung Kertonagoro Sawunggalih II, pada saat itu pusat
pemerintahan dipindah dari Semawung kembaran ke Semawung Daleman.
Foto makam Raden Tumenggung Banjik Kertonegoro Sawunggalih I di Kelurahan Semawung kembaran Kutoarjo.
Sesudah Tumenggung Bantjik Kertonegoro Sawunggalih II wafat,
diganti oleh menantunya Raden Mas Soerokusumo yang sebelumnya menjabat
patih di Kabupaten Ambal (kebumen). pada saat pemerintahan Raden Mas
Soerokusumo pusat pemerintahan dari Semawung Daleman dipindah ke Desa
Senepo dan Senepo diganti nama
Kutoarjo. Raden Mas Soerokusumo menjadi Bupati pertama di Kutoarjo bergelar Raden Adipati Soerokusumo.
foto. Makam Tumenggung Bantjik Kertonegoro Sawunggalih II
Dalam Catatan Ditemukan Pertumbuhan perdagangan di Kabupaten Kutoarjo
lebih maju di banding kabupaten Purworejo, di kutoarjo waktu itu banyak
pengrajin tenun dan barang pecah belah dari tanah liat. Semawung
diperkirakan merupakan daerah perdagangan yang cukup ramai, saat itu
banyak pedagang-pedagang Cina berdatangan.
Raden Adipati Soerokusumo setelah wafat dimakamkan di makam Ageng Loano,
pengganti RAA Soerokusumo atas kebijaksanaan Sunan Pakubuwono bukan
putra RAA Soerokusumo, tetapi dipilih dari pejabat yang langsung Kerabat
Kraton yakni Buyut Hamengku Buwono I yaitu RAA Pringgo Atmodjo yang
memerintah sampai tahun 1870.
Masa pemerintahan Raden Adipati Soerokusumo membangun kantor
Kabupaten diatas tanah seluas 8 hektar, sampai berakhirnya pemerintahan
Raden Adipati Soerokusumo pembangunan belum selesai dan dilanjutkan oleh
RAA Pringgo Atdmodjo sampai tahun1870 sudah lengkap dengan Alun-alun
Kutoarjo. waktu itu dibangun pula rumah kepatihan yang kini menjadi
kantor kecamatan Kutoarjo. sedangkan rumah dinas dan kontrolir yang
terletak di dusun tegal desa senepo sebagian masih utuh dan sekarang
dijadikan untuk Mapolsek Kutoarjo, kantor Landraad/kejaksaan di sudut
alun-alun Kutoarjo yang sekarang dimanfaatkan oleh PDAM.
Foto Makam Bupati Kutoarjo Kedua ( II ) RAA Pringgo Atdmojo
bersama garwo padmi beliau di Bukit Satria Desa Kaliwatubumi, Butuh.
Foto. setelah dipugar oleh ahlli waris beliau dari yogyakarta Makam Bupati
Kutoarjo Kedua ( II ) RAA Pringgo Atdmojo bersama garwo padmi
waktu pemerintahan RAA Pringgo Atdmodjo kabupaten Kutoarjo dibagi menjadi empat kawedanan yakni :
kemiri, pituruh, ketawang, dan purwodadi.
sedang
masjid Jamik Kutoarjo dibangun tahun 1860 lengkap dengan kantor pengadilan agama atau pengulu.
Tahun 1875 masjid jamik Kutoarjo dipugar oleh RAA Poerbo Atdmodjo.
pesatnya perdagangan di Kutoarjo setelah dibangun rel Kereta api
Yogyakarta - Purwokerto tahun1880 - 1885 kemudian pada tahun 1890
dibangun rel kereta dari Kutoarjo - purworejo.
Berikut Nama - nama Penguasa di Kadipaten Semawung terus kemudian
menjadi Kabupaten Kutoarjo yang awal mulanya wilayahnya luas sampai
purworejo :
1. Raden Tumenggung Tdjoemantoko I. ( makamnya di bukit Satria kaliwatubumi )
2. Raden Mas Kuwu/Raden Tumenggung Tdjoemantoko II. ( Makamnya Di Desa Kuwurejo, Kecamatan Kutoarjo )
3.
Raden Mas Gatoel/Ki Jinem/Raden Tumenggung Tdjoemantoko III. ( makamnya di Kelurahan Semawung Kembaran, Kutoarjo )
4.
Raden Bantjak/Tumenggung Bantjik Kertonegoro Sawunggalih I. ( makamnya di Kelurahan Semawung kembaran, Kutoarjo )
5. Tumenggung Kertonegoro Sawunggalih II. ( makamnya di Kelurahan Semawung daleman, Kutoarjo )
6. RAA Soerokusumo. ( Makamnya di Pesarean Ageng Loano Purworejo )
7. RAA Pringgo Atmodjo sampai tahun 1870. ( makamnya di bukit Satria kaliwatubumi dekat makam Raden Tumenggung Tdjoemantoko I )
8. Kanjeng Pangeran RAA Toerkidjo Poerbo Atdmodjo 1870 - 1915. ( makamnya di bukit Satria kaliwatubumi )
9. K.RAA Poerbo Hadikoesoemo 1915 - 1933. ( makamnya di bukit Satria kaliwatubumi )
Foto Makam Patih Kutoarjo Raden Ngabehi Djojo Prabongso di makam
ditulis meninggal tahun 1829 makamnya di Belakang Masjid At-Taqwa desa
Pringgowijayan, Kutoarjo.
RAA Toerkidjo Poerbo Atdmodjo ahli pembangunan Bendungan
Selama ini banyak orang menyangka, pembangunan
bendungan di Kutoarjo dan purworejo ditangani oleh para ahli dari
belanda. Namun sejarah menunjukkan bendungan di Kutoarjo dan purworejo
yamg
dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda ditangani oleh arsitek
bendungan pribumi yang bernama Raden Mas Toerkidjo Purbo Atmodjo putra
RAA Pringgo Atdmojo Bupati kedua kabupaten Kutoarjo.
Raden Mas Toerkidjo Purbo Atmodjo sejak muda dikenal
sebagai seorang yang senang pada tehnik bangunan air, akhirnya mendapat
kesempatan belajar di kalkuta India untuk mempelajari masalah irigasi.
Di Kalkuta India
Raden Mas Toerkidjo Purbo Atmodj
o mempelajari
tehnik bangunan bendungan sungai Gangga India. setelah kembali,
pengetahuan yang didapat dari India diterapkan didaerahnya. RAA
Tjokronegoro II minta dibangunkan bendungan di sungai Bogowonto. atas
keberhasilannya membangun bendungan Boro, akhirnya diangkat sebagai
mantri Bendungan atau mantri Pengairan.
Selain bendungan dan selokan yang mengambil air dari sungai
Bogowonto, Raden Mas Toerkidjo membangun pula bendungan sawangan di
sungi jali, bedono, dan gebang. bendungan-bendungan tersebut antara lain
:
- Bendungan sawangan di Sungai Jali.
- Bendungan Bandung di Sungai Jali.
- Bendungan Siwatu di sungai Jali.
- Sluis Saudagaran.
- Sluis Suren.
- Saluran Loning.
sedang dari Sungai bedono dan Gebang dibangun pula :
- Bendungan pekatingan.
- bendungan Kedung Gupit.
- Bendungan Kalimeneng.
- Dam Rebug.
- Saluran Kali Anyar.
Hampir semua bendungan yang dibangun pada masa Raden Mas
Toerkidjo meskipun umurnya sudah tua dan lebih dari satu abad masih
banyak yang kokoh. Termasuk Sluis suren hingga saat ini masih berfungsi
baik.
Raden Mas Toerkidjo yang dikenal sebagai ahli tehnik bangunan air, pada tanggal
19 Oktober 1870
dengan surat keputusan Gubernur Jendral Pemerintah Hindia Belanda di
Bogor ditetapkan menjadi Bupati Kutoarjo bergelar RAA Toerkidjo
Poerboatmodjo.
Bupati yang dikenal ahli bangunan irigasi, pada tanggal
30 Juli 1887 mendapat gelar adipati atau lengkapnya disebut Raden adipati Toerkidjo poerboatmodjo.
Kemudian pada tanggal
01 oktober 1910 kembali
medapat gelar Pangeran, hingga wafatnya bernama Pangeran Toerkidjo
Poerbo Atmodjo dimakamkan di Gedung Papak Bukit Satria desa Kaliwatubumi
Kecamatan Butuh.
Pangeran Toerkidjo Poerbo Atmodjo Ber-Besan dengan
Sampeyan Dalem K.G.P.A. Pakoe Alam V Yogyakarta.
yang menikahkan Putra-nya yang kelak meneruskan kepemimpinan beliau
dengan Putri kedua Sampeyan Dalem K.G.P.A. Pakoe Alam V dengan
garwo/istri ampeyan R.Ay. Tedjosari.
Foto Makam Pangeran Toerkirdjo Poerbo Atmodjo bersama garwo padmi
di Gedung Papak Bukit Satria desa Kaliwatubumi Kecamatan Butuh.
Setelah Pangeran Toekirjo Poerbo Atdmodjo wafat pemerintahan
diteruskan Putra beliau yang bernama K.RAA Poerbo Hadikusumo dengan
garwo Padmi adalah Puteri kedua Sampeyan Dalem K.G.P.A. Pakoe Alam V
Yogyakarta saking garwo/istri ampeyan R.Ay. Tedjosari bernama
Bandoro Raden Ayu Adipati Aryo/B.R.Ay.A.A Purbo Hadikusumo dengan nama asli Timur B.R.Ay Sumiyati.
B.R.Ay.A.A Purbo Hadikusumo adalah Puteri Kinasih/kesayangan K.G.P.A.
Pakoe Alam V. Makam B.R.Ay.A.A Purbo Hadikusumo/B.R.Ay Sumiyati tidak di
Kutoarjo tapi di Makam Pakualaman Giri Gondo Yogyakarta. sedangkan
kakak kandung B.R.Ay Sumiyati yang berarti juga Kakak Ipar K.RAA Poerbo
Hadikusumo, yang bernama K.P.A.A. Kusumoyudo dengan Asmo/Nama Belanda
Lan Raad Van Baheer menjadi Bupati Ponorogo Jawa Timur, dan beliau
dimakamkan/dikubur di Negeri Belanda.
Foto. Makam K.RAA Poerbo Hadikusumo di bukit satria kaliwatubumi
Sedangkan garwo Ampeyan (istri Kedua) dari K.RAA Poerbo Hadikusumo adalah
Putri Bupati Wonosobo yang bernama R.Ay.A. Purbo Hadikusumo
yang penulis belum mengetahui Nama asli timur beliau, beliau dimakamkan
di bukit satria kaliwatubumi dan dengan garwo ampeyan ini cuman punya
satu anak yang menjadi
Bupati Kendal dengan Nama R.M.T. Carzwitz Purbo Atdmodjo Adisuryo.yang makamnya juga ada di Kutoarjo tepatnya di bukit satria kaliwatubumi.
Kutoarjo pada masa Bupati RAA Poerbo Hadikusumo atas perintah
Pemerintah Hindia Belanda tahun 1933 untuk menyatukan Kabupaten Kutoarjo
dan Kabupaten Purworejo, dan Bupati Purworejo saat itu adalah RAA Hasan
Danudiningrat. akhirnya penggabungan dua Kabupaten terjadi pada tahun
1933.
Foto salah satu Yoni peninggalan Agama Hindhu di makam - makam
Penguasa/Pendiri Kota Kutoarjo Di Bukit Satria desa Kaliwatubumi, Butuh.
Sejarah kutoarjo atau dulu yang bernama semawung lebih tua
daripada purworejo yang dulu bernama brengkelan, Sejarah Kutoarjo
dimulai dengan adanya Mataram Islam dan penguasa - penguasanya masih
garis keturunana Ningrat/Kraton, sebagian Purworejo sendiri awal mulanya
masih kekuasaan kutoarjo tapi karena kekuasaan belanda juga intrik
belanda di Kraton, lalu Belanda membuat Kadipaten baru yang bernama
Purworejo/brengkelan setelah Pasca Perang Besar Perang Diponegoro dengan
mengangkat seorang abdi dalem/mantri gladak menjadi Bupati serta karena
prestasinya di mata Penjajah Belanda yang beliau dapat melawan
pengikut-pengikut Pangeran Diponegoro salah satunya seperti Gagak
pranolo juga Gagak handoko dan sebagainya juga membunuh Pangeran -
Pangeran di gunung kelir setelah itu kepalanya disembelih dan
ditancapkan di ujung tombak serta diarak. oleh karena tidak memiliki
rasa Nasionalisme, Patriotik dan contoh yang buruk bagi generasi muda,
DPRD II Purworejo mencari hari jadi lainya hari jadi purworejo dicari
pada masa hindu yang gak ada hubunganya sama sekali dengan keberadaan
Purworejo, dan bukan dari Bupati pertama Purworejo.
Nama adipati sawunggalih diabadikan dengan nama kereta api
kebanggan masyarakat Kutoarjo, sekolah, hotel, poletehnik dan
sebagainya. pertanyaannya sekarang kapan kutoarjo menjadi sebuah kota
yang sebenarnya? hari jadi kutoarjo tentunya semenjak Tumenggung
Djumantoko I menjadi penguasa di kutoarjo.
Tahun 1830 perang Jawa/Perang Diponegoro telah usai sebab Pangeran
Diponegoro telah ditangkap di Magelang 25 Maret 1830 dan diasingkan ke
Manado yang kemudian dipindahkan ke makasar, Namun Para Pengikutnya
masih melakukan perlawanan dimana-mana dengan dukungan para petani yang
merasa tertindas dengan diberlakukanya tanam paksa. salah satu daerah
yang paling gigih melakukan perlawanan terhadap belanda adalah daerah
selatan tanah bagelen yang disebut urut sewu, dimana disana banyak
pengikut-pengikut yang setia dan loyal kepada Pangeran Diponegoro. darah
setia itu menurun kepada anak turun pengikut Pangeran Diponegoro, salah
satu tumenggung yang melakukan perlawanan adalah Tumenggung Surodirjo
yang melakuakan perlawanan di daerah Ambal Kebumen, walaupun konon
beliau tewas tanpa luka dan di makamkan di pemakaman umum desa
Pringgowijayan Kutoarjo.
Pemberontakan di Kutoarjo muncul tahun 1847 yang disusul
tahun-tahun berikutnya, perlawanan melawan terhadap kolonialisme dan
sistem ekonomi liberal tersebut dilakukan secara grilya yang dinamakan "Kraman",
Kraman adalah suatu perang Grilya dengan melakukan penyerangan terhadap
kereta gerobak milik belanda yang melintas di jalan dan kemudian
setelah berhasil para penyerang menghilang. Belanda menyebut orang-orang
yang melakukan penyerangan kraman adalah Brandal atau Gerombolan Kecu.
Perlawanan tersebut berlanjut kadang-kadang dilakukan secara
pererongan/individu sehingga kemudian perlawanan tersebut merupakan
salah satu tolak ukur keberanian Laki-laki di daerah Kutoarjo.
Sebenarnya banyak penguasa Di Kadipaten Semawung/Kutoarjo yang
mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro tanpa sepengetahuan Belanda,
makanya untuk mengawasi gerak - gerik para Bupati Kutoarjo Belanda
menempatakan pengawas di Dusun Tegal yang sekarang digunakan untuk
Kantor Mapolsek Kutoarjo.
Diceritakan dan ditulis oleh : Ndandung Kumolo Adi.
Alamat : Perum argopeni Jln. Bromo No. 72 Rt. 06 Rw. 05 Kutoarjo - Purworejo