Kamis, 05 Juli 2012

SEJARAH NU KEBUMEN

              Cabang NU Kabupaten Kebumen yang dirintis sekitar tahun 1936 dengan diprakarsai oleh ulama besar di Kebumen KH Ahmad Nasokha Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Wonoyoso, Bumirejo Kebumen. Bukti sejarah berdirinya Cabang NU ditandai piagam pendirian yang ditandatangani oleh KH Mahfudz Sidiq dan Haji Aziz Dijar, selaku ketua dan sekretaris PB NU. Awal pendirian PCNU Kebumen sekretariatnya di Pondok pesantren Salafiyah Wonoyoso. Adapun susunan pengurus pertama (1936 – 1942) adalah Ketua I KH Affandi, Ketua II : KH Abu Jar’I dan sekretarisnya H. Ashari.
Tahun pertama berdirinya semua gerak dan langkahnya disesuaikan dengan situasi nasional saat itu, dengan garis pokok perjuangan bersikap non kooperatif terhadap penjajah Belanda dan Jepang. Kegiatan utama NU diprioritaskan bidang pendidikan dan pengajaran, sosial ekonomi, silaturrakhim dan amar ma’ruf nahi mungkar.
Pengadaministrasian surat menyurat dan arsip-arsip lainnya PCNU masih sangat sederhana yanga dikenal dengan sebutan ‘administrasi paku’ dimana surat – surat atau bukti-bukti dari kegiatan digantungkan di ‘paku’ yang tertancap di dinding. Kondisi saat itu dimaklumi karena kebanyakan pengurus NU adalah pengasuh-pengasuh pondok pesantren yang lebih mengutamakan masalah agama daripada administrasi.
Proses pengembangan organisasi di tingkat Majlis Wakil Cabang (MWC) dan Ranting dengan sendirinya terjadi terutama di wilayah yang terdapat pondok pesantrennya. Di Kebumen pondok pesantren yang ada saat itu seperti PP Wonoyoso. PP Jetis, PP Gunung Mujil, PP Jogosimo, PP Podoluhur, PP Pekeongan dan lain-lain.

NU Kebumen Pada Masa Penjajahan Belanda
Berdirinya NU Cabang Kebumen tahun 1936, kondisi bangsa Indonesia masih dalam kekuasaan penjajahan Belanda, sehingga NU Cabang Kebumen memperhatikan masalah politik pemerintahan, namun sebatas masalah–masalah yang memberatkan dan menindas rakyat. Terutama masalah keagamaan, seperti sikap tegas PBNU yang juga diikuti oleh setiap cabang termasuk NU cabang Kebumen, misalnya:
  1. NU meminta dihapuskannya membayar pajak atas penyembelihan hewan ternak untuk ibadah kurban.
  2. NU menolak adanya kewajiban memasuki milisi Belanda bagi pemuda-pemudi Indonesia dan mengharamkan bagi pemudi Islam untuk menjadi milisi Belanda.
  3. NU menolak tranfusi darah untuk serdadu Belanda yang luka dan mengharamkan umat Islam untuk menyumbangkan darahnya untuk serdadu penjajah.
  4. NU menolak subsidi yang ditawarkan oleh pemerintah kolonial kepada madrasah-madrasah NU,
  5. NU mengadakan “moment active” / gerakan mabadi Khoiro Ummah untuk menolong serta mempertinggi keadaan sosial ekonomi bangsa Indonesia.
Usaha membela tanah air baik pada saat Indonesia sebelum merdeka maupun setelah Indonesia merdeka selalu dilakukan oleh NU Cabang Kebumen.

NU Kebumen Pada Masa Penjajah Jepang
Ketika pecah perang dunia kedua dan tentara Jepang berkuasa di Indonesia menggantikan kedudukan Belanda sebagi penguasa jajahan, yaitu sejak tentara Dai Nippon memasuki wilayah Indonesia pada tanggal 7 Maret 1942, seluruh tanah air Indonesia yang menjadi jajahan tentara Dai Nippon dan Negara Indonesia dinyatakan dalam keadaan perang. Semua partai dan organisai massa termasuk NU telah dibubarkan oleh tentara fasisme Jepang. Kegiatan masyarakatpun di batasi dan mendapat pengawasan yang ketat dari tentara Dai Nippon.
Meski demikian para ulama dan warga NU masih tetap melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam bidang keagamaan, seperti mengadakan tabligh, pengajian di masjid-masjid dan mendidik anak di madrasah dan pondok-pondok pesantren. Kesemuanya itu tetap berjalan dan diikuti oleh masyarakat, meskipun harus menemui bahaya akibat penjajahan Dai Nippon. Tentara Jepang menyadari jumlahnya yang sangat sedikit di Indonesia. Untuk menghadapi sewaktu-waktu adanya serangan musuh, maka tentara Jepang mencari dukungan dari rakyat Indonesia dengan mengeluarkan semboyan-semboyan seperti :
  • militer Jepang hanya bersifat sementara,
  • militer Jepang akan memperbaiki nasib rakyat,
  • Jepang saudara tua bangsa Indonesia, dll.
Keadaan itu dimanfaatkan oleh para pemimpin Indonesia dan tak ketinggalan tokoh-tokoh NU untuk terjun bersama-sama pemerintah Jepang memikirkan nasib bangsa Indonesia di kemudian hari. Kesempatan itu dilakukan dengan membentuk berbagai laskar seperti PETA, yang merupakan laskar bersenjata dari pemuda-pemuda Indonesia di bawah Pimpinan Jepang. Kemudian dibentuk pula barisan Hizbullah yang dipimpin oleh KH Zaenal Arifin ( tokoh NU asal Sumatra Utara) untuk melatih pemuda pemuda Islam dalam cara berperang dan menggunakan alat-alat senjatanya.
Di Kebumen, dibentuk pula Pasukan Hizbullah yang di dirikan oleh Idris. Hizbullah merupakan komponen militer penting bagi Indonesia. Karena organisasi ini timbul dari kota sampai ke dasa-desa yang mayoritas warga NU.
Selain Hizbullah ada juga Angkatan Oemat Islam Indonesia (AOI), untuk bersama-sama berperang melawan penjajah dari bumi Indonesia ini, walaupun secara struktural AOI tidak mengatas namakan NU tetapi banyak di prakarsai oleh warga NU, untuk bertekad berjuang mewujudkan kemerdekaan Negara Indonesia.

NU Kebumen Pada Masa Kemerdekaan
Setelah bangsa Indonesia merdeka dan dibentuklah sebuah pemerintahan untuk mengatur Negara Indonesia dengan membangun sebuah tatanan demokrasi yang salah satunta diwujudkan dengan Pemulihan umum, untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk dalam Dewan Perwakilan Rakyat.
Di Kebumen, sebelum pemilu I yang menduduki Kursi DPRD Dati II Kebumen dari NU Hanya I (satu) orang, tetapi setelah Pemilu dan NU menjadi Partai Politik menjadi 10 orang, bahkan yang menduduki kursi ketua DPRD Dati II Kebumen untuk periode 1957 – 1961 adalah dari NU Yaitu Bapak KH Abdul Rahman Shidiq yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Cabang NU Kebumen masa Khidmat 1957 – 1963.
Sebagai program pokok dari DPRD tingkat II Kebumen (yang juga di dalamnya terdapat Visi Misi NU melalui perwakilannya) untuk periode 1957 – 1961 dengan melihak kondisi Kabupaten Kebumen yang masih rawan akibat pemberontakan AOI yaitu menentramkan rakyat Kebumen dan menghapus semua pajak-pajak yang ditetapkan Belanda seperti pajak sepeda, pajak Dokar, pajak tontonan dan lain-lain, diganti dengan peraturan daerah yang baru dengan berbahasa Indonesia yang pada awalnya buatan Belanda dan berbahasa Belanda.
Pada era Soekarno sebagai Presiden yang telah mengubah tata hidup kemasyarakatan dan politik kenegaraan dari demokrasi Liberal ke Demokrasi Terpimpin. Kondisi ini menyebabkan banyak penyelewengan politik. Seperti PKI yang semakin leluasa bergerak dan melancarkan aksi-aksi liar. Hal yang demikian mebuat reaksi keras bagi warga NU pada khususnya dan warga Indonesia yang tidak sealiran dengan PKI. Munculnya berbagai pemberontakan PKI banyak disambut dengan perlawanan oleh warga NU baik yang masuk dalam Gerakan Pemuda Ansor dan Bansernya, yang tersebuar di seluruh bangsa Indonesia termasuk NU.
Ansor dan Banser Kabupaten Kebumen yang Pada saat itu ketua Ansor Cabang Kebumen adalah Bapak Margono bin Wongsodiwiryo yang juga memimpin perlawanan menghadapi PKI. Meletusnya pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 merupakan puncak dari kekacauan tersebut, yang kemudian pad tanggal 5 Oktober 1965 NU meminta pada pemerintah untuk membubarkan PKI dan ormas-ormasnya. Mereka membentuk “Front Pancasila” yang diketuai HM Subhan ZE (Ketua PBNU) untuk membersihkan sisa-sisa PKI.
Setelah di bubarnya PKI dan beralih kekuasaan baru yang di pimpin oleh Suharto yang diawali dengan munculnya istilah supersemar pada tanggal 11 Maret 1966 maka pada saat itu Indonesia mulai dengan babak baru yang dikenal dengan nama orde baru. Dengan berpedoman kepada UUD 45 dan Pancasila. Setelah mempelajari dan mempertimbangkan situasi di dalam negeri dan untuk dapart menyesuaikan diri dengan kebijakan pemerintah orba, maka pada tahun 1973 NU memutuskan kembali sebagai Jam’iyah dimana bidang kegiatannya hanya dalam pendidikan, sosial, keagamaan dan memfusikan kegiatan politiknya dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pada saat itu sebagi ketua NU Cabang Kebumen adalah Drs. Husni Tamrin untuk masa Khidmat 1979 – 1982. Dan selanjutnya di gantikan oleh Bapak Margono yang menjabat selama dua periode dari tahun 1982 – 1992.
Untuk lebih memantapkan misinya dalam memperjuangkan umat Islam yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah maka dalam muktamar ke 27 di Situbondo, Jawa Timur tahun 1984 NU memutuskan kembali ke khittah 1926 dan tidak mengikatkan diri dalam salah satu organisasi politik manapun. Semenjak itulah NU kembali sebagai Jam’iyah Diniyah dan menitik beratkan kegiatannya dalam bidang pendidikan (ma’arif), dakwah dan sosial ekonomi.

NU Kebumen Pada Masa Reformasi
Era Reformasi, ketika kran kebebasan mendirikan organisasi politik terbuka, muncul desakan dari warga NU sendiri untuk kembali menjadi parpol. Tetapi, belajar dari pengalaman masa lalu maka NU berketetapan untuk mempertahankan diri sebagai organisasi sosial keagamaan, konsisten dengan Khittah 1926. Karena dengan merubah diri menjadi parpol sama sekali tidak menguntungkan NU. Ketika menjadi parpol NU terjebak pada permainan politik praktis yang lebih berorientasi kepada kekuasaan; dan mengabaikan misi utamanya yakni menjadikan Islam sebagai rahmatan lil’alamin (hasil Muktamar 30 : 1999. 24).
Untuk mewadahi konstituen warga NU PB NU membentuk wadah Partai politik yang diberi nama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Yang diteruskan pembentukannya melalui Pengurus Wilayah dan Cabang termasuk Cabang Kabupaten Kebumen PC NU Kebumen menfasilitasi terbentuknya PKB. Sebagai Dewan Syuro pertama DPC PKB Kabupaten Kebumen di ketuai oleh KH Muzani Bunyamin yang sebelumnya menjabt sebagai Wakil Rais Syuriah PC NU Kebumen, sedangkan Ketua Dewan Tanfidzinya adalah Drs. Kholidi Ibhar MA yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua Tanfidziyah PC NU Kebumen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar